Pages

Minggu, 13 Januari 2013

Unair Kembangkan Biogas di Sekitar Merapi

Ilustrasi: Noor Hadi (59), warga Desa Purworejo, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menunjukkan instalasi biogas berbasis kotoran sapi di dapur rumahnya, Jumat (30/11/2012). Dengan biogas itu, keluarga Noor Hadi yang semula menghabiskan empat elpiji tiga kilogram per bulan, kini hanya dua elpiji per bulan.

SURABAYA, KOMPAS.com - Tim Universitas Airlangga (Unair) Surabaya mengembangkan biogas dan pupuk organik dari kotoran sapi di sekitar kawasan Gunung Merapi di Dusun Tanjung, Desa Wukirsari, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta.

"Biogas dan pupuk organik itu merupakan pengembangan dari bantuan Unair dan IKA-UA (Ikatan Alumni Universitas Airlangga) kepada warga terdampak bencana Merapi berupa Peternakan Sapi Terpadu," kata Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Unair Prof Romziah Sidik di Surabaya, Minggu (13/1/2013).

Hasil itu diketahui saat rombongan Unair yang dipimpin Warek I Prof Achmad Syahrani, melakukan kunjungan kerja untuk mengevaluasi bantuan peternakan sapi terpadu bersama ketua LPPM Unair Dr Djoko Agus Purwanto, dan Penasehat IKA-UA Mashariono beserta pengurus lainnya ke desa itu, 12 Januari.

Didampingi koordinator komunikasi media Unair, Nadhiroh, Prof Romziah menjelaskan, peternakan sapi terpadu tersebut memang didesain untuk menghasilkan banyak produk, sehingga warga dapat mengelola peternakan secara mandiri dan meningkatkan penghasilan warga korban Merapi.

"Disebut terpadu, karena terdapat saluran pembuangan kotoran yang langsung dialirkan ke sebuah penampungan khusus untuk menghasilkan biogas dan pupuk cair, lalu sumur sebagai sumber air untuk sapi, serta rumput di sekitar lokasi peternakan," katanya.

Bukan hanya itu, Unair pun menggandeng koperasi susu "Sarono Makmur" yang berlokasi tak jauh dari peternakan untuk membina peternak dan menyalurkan susu perah hasil peternakan terpadu tersebut. "Kami lega, alih teknologi yang kami perkenalkan berupa biogas telah bisa dinikmati warga," kata Romziah.

Hal ini dibenarkan Kepala Dusun Tanjung, Siti Aisyah, yang telah menikmati biogas untuk memasak. "Alhamdulillah, kami dapat memanfaatkan biogas dari kotoran sapi di sini untuk memasak," ujarnya sambil menyalakan api kompor gas, yang bersumber dari biogas.

Selain memanfaatkan biogas, pupuk cair (organik) yang dihasilkan juga telah dimanfaatkan warga desa untuk menumbuhkan sawah mereka. "Pupuk cair ini biasanya digunakan warga untuk menanam cabai, bawang merah dan tomat yang ada di sekitar sini," kata Siti Aisyah.

Sementara itu, Penasehat IKA-UA Mashariono mengaku, pembangunan peternakan terpadu dengan tabung biogas di dalamnya memakan biaya yang tidak sedikit, yaitu Rp 125 juta. "Itu belum termasuk sapinya," katanya.

Mashariono saat itu juga menyerahkan bantuan untuk pembelian matras sebagai alas sapi itu menegaskan bahwa dana tersebut merupakan hasil pengumpulan dana pada saat pertemuan alumni tahun 2010 plus sumbangan dari Unair sendiri.

"Itu menunjukkan bukti bahwa Unair selain peduli pada bencana lokal, juga peduli terhadap bencana nasional, karena sebelumnya kami juga membantu penduduk sekitar Gunung Bromo berupa pengembangan batik Bromo, ternak lele, dan budidaya jamur," katanya.

Dalam kesempatan itu, Amin Muhtar dari Koperasi Sarono Makmur mengatakan, sapi yang disumbangkan Unair telah menghasilkan susu rata-rata 14 liter per sapi per hari. "Koperasi membeli susu dari peternakan itu seharga Rp 3.000 per liter," katanya.


View the original article here

0 komentar:

Posting Komentar