Pages

Kamis, 17 Oktober 2013

Rabiul Awal


Rabiul Awal Kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Ulama berselisih pendapat tentang tanggal kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mayoritas ulama berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada hari Senin. Bahkan, hampir semua ulama sepakat akan hal ini; mengingat sebuah hadis, yang menceritakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ditanya tentang puasa hari Senin, kemudian beliau menjawab, “Itu adalah hari saat aku dilahirkan dan status kenabian diturunkan kepadaku.” (H.r. Muslim)
Adapun bulan kelahiran beliau, diperselisihkan oleh para ulama. Ada yang mengatakan bahwa beliau lahir di bulan Ramadan, ada yang berpendapat bahwa di bulan Rajab, dan ada yang menyebutkan bahwa di bulan Rabiul Awal(ini merupakan pendapat kaum muslimin pada umumnya). Sampai, Ibnul Jauzi dan beberapa ulama lainnya menukilkan adanya kesepakatan bahwa bulan kelahiran beliau adalah Rabiul Awal. Namun, yang benar, ini bukan pendapat yang disepakati ulama, tetapi pendapat mayoritas ulama.
Kemudian, para ulama juga berselisih pendapat tentang tanggal kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara pendapat ulama tentang tanggal kelahiran beliau adalah tanggal 2, 8, 10, 12, 17, 18, dan tanggal 22. Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini, berdasarkan penelitian Muhammad Sulaiman Al-Mansurfury (ahli sejarah) dan Mahmud Basya (ahli astronomi), disimpulkan bahwa hari Senin pagi –yang bertepatan dengan permulaan tahun dari peristiwa penyerangan pasukan gajah dan 40 tahun setelah kekuasaan Kisra Anusyirwan, atau bertepatan dengan 20 atau 22 april tahun 571– adalah bertepatan dengan tanggal 9 Rabi’ul Awal tahun gajah. (Ar-Rahiqum Makhtum, hlm. 35)

Bid’ah di Rabiul Awal

Acara bid’ah yang paling menonjol di bulan ini adalah peringatan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bid’ah ini pertama kali digalang oleh Bani Ubaid Al-Qaddah pada akhir abad keenam hijriah. Mereka menyebut dirinya sebagai keturunan Fatimah. Dia berasal dari daerah Ahwaz, dan mendirikan aliran Bathiniyah. Ubaidillah Al-Qaddah berasal dari Irak, kemudian pindah ke mesir, dan berdakwah di suatu masyarakat fanatis Rafidhah. Dia mengaku sebagai anak dari Muhammad bin Ismail bin Ja’far Ash-Shadiq. Padahal, ketika Muhammad bin Ismail bin Ja’far Ash-Shadiq meninggal, beliau tidak memiliki Anak. (Al-Bida’ Al-Hauliyah, hlm. 71)
Para ulama memberikan komentar yang sangat buruk terhadap Bani Ubaid ini. Imam Al-Ghazali mengatakan, “Aliran mereka yang tampak adalah aliran Syiah Rafidhah, dan batin mereka adalah kekafiran murni.” (Fadhaih Al-Bathiniyah, hlm. 37).
Ketika Syekhul Islam ditanya tentang Bani Ubaid, beliau menjawab, “Mereka adalah manusia yang paling fasik, manusia paling kafir. Siapa pun yang menganggap mereka masih beriman dan bertakwa, berarti dia telah bersaksi dengan persaksian yang tidak dia ketahui (realitanya).” (Al-Bida’ Al-Hauliyah, hlm. 72). Bahkan, ada seorang ulama yang menulis buku khusus yang mengupas secara detail semua rahasia kejahatan Bani Ubaid. Buku itu berjudul “Kasyful Asrar wa Hatkul Astar” yang ditulis oleh Al-Qadhi Abu Bakr Al-Baqillani.
Semua ulama sepakat bahwa peringatan maulid Nabi adalah acara bid’ah yang tidak dikenal para sahabat, tabi’in,tabi’ut tabi’in, dan para ulama besar setelahnya. Syekh Muhammad bin Ibrahim Alu Syekh mengatakan, “Bid’ah ini (peringatan maulid) pertama kali diadakan oleh Abu Siad Al-Kukburi di abad keenam hijriah.” (Fatwa Syekh Muhammad bin Ibrahim Alu Syekh)
Syekh Hamud At-Tuwaijiri mengatakan, “Peringatan maulid adalah bid’ah yang dimunculkan dalam Islam oleh Sultan Irbil, di akhir abad keenam hijriah atau awal abad ketujuh.” (Ar-Raddul Qawi, hlm. 89)

0 komentar:

Posting Komentar